Kamis, 03 Juli 2014

Bioremediasi Tanah Tercemar Minyak Bumi

BAB I
PENDAHULUAN

I.I.LATAR BELAKANG

                Ekosistem mangrove merupakan daerah peralihan antara darat dan laut yang terdapat di sepanjang pantai yang terlindung dan muara sungai. Selain mengalami penurunan luas, hutan mangrove juga mengalami penurunan kualitas lingkungan akibat pencemaran, salah satunya pencemaran minyak akibat eksplorasi minyak bumi. Untuk menanggulangi masalah pencemaran minyak bumi di kawasan mangrove, teknologi yang direkomendasikan adalah teknik bioremediasi yang memanfaatkan bakteri hidrokarbonoklastik (Mangkoedihardjo, 2005). Bakteri tersebut mampu menggunakan PAH (policyclic aromatic hydrocarbon) sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi selama proses bioremediasi tanah tercemar minyak bumi dan mendegradasinya secara lengkap hingga terbentuk senyawa akhir yang stabil dan tidak beracun (Zam, 2006) serta karbondioksida dan air (Ling, 2006).
            Kelompok bakteri merupakan agens bioremediasi yang banyak digunakan terutama karena bakteri memiliki kecepatan reproduksi yang tinggi dan bakteri merupakan kelompok mirkoba yang mudah beradaptasi dengan lingkungan, sehingga memungkinkan dapat menggunakan residu minyak bumi sebagai sumber karbon dan energi (Koswara, 2003; Foght, 2008).
            Menurut Desai dan Vyas (2006), mikroba pendegradasi hidrokarbon secara alami terdapat dimana-mana dan relatif lebih tinggi jumlahnya pada tanah tercemar minyak bumi dibandingkan pada tanah tidak tercemar. Hasil penelitian Gofar et al. (2011) telah menemukan 3 isolat kapang hidrokarbonoklastik indigen asal hutan mangrove Sumatera Selatan tercemar minyak bumi yang terbukti mampu mendegradasi minyak bumi secara in vitro. Ketiga isolat tersebut diidentifikasi sebagai Aspergillus fumigatus, A. Parasiticus, dan Chrysonilia sitophila. Selain kapang, eksplorasi bakteri hidrokarbonoklastik asal rizozfer tanaman mangrove Sumatera Selatan yang tercemar minyak bumi penting juga dilakukan untuk mengetahui potensi bakteri indigen dalam merombak minyak bumi. Oleh karena itu, penelitian yang bertujuan untuk mempelajari kemampuan bakteri hidrokarbonoklastik asal rizofer mangrove dalam menurunkan kadar TPH pada tanah tercemar minyak bumi perlu dilakukan. Dari isolasi dan pengujian kemampuan bakteri hidrokarbonoklastik dalam merombak minyak bumi yang mencemari tanah diharapkan akan diperoleh isolat-isolat bakteri yang berkemampuan tinggi merombak hidrokarbon minyak bumi dan memperkaya keanekaragaman hayati yang bermanfaat untuk menanggulangi pencemaran lingkungan.

I.II.TUJUAN
             Penelitian bertujuan untuk mempelajari kemampuan bakteri hidrokarbonoklastik asal rizisfer mangrove dalam menurunkan kadar TPH pada tanah tercemar minyak bumi. Bakteri hidrokarbonoklastik diisolasi dari rizosfer mangrove yang tumbuh pada tanah terkontaminasi minyak bumi di daerah Sungsang Sumatera Selatan.













BAB II
ISI

II.I. DASAR TEORI
            Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri) atau penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi  polutan di lingkungan. Bioremediasi juga dapat dikatakan sebagai proses penguraian limbah organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali dengan tujuan mengontrol,  mereduksi atau bahkan mereduksi bahan pencemar dari lingkungan. Yang termasuk dalam polutan-polutan antara lain :
1. Logam-logam berat,
2. Petroleum hidrokarbon, dan
3. Senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida dll. 
            Tujuan Bioremediasi adalah untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). Kelebihan teknologi ini adalah:
1. Relatif lebih ramah lingkungan,
2. Biaya penanganan yang relatif lebih murah
3. Bersifat fleksibel. 
            Saat bioremediasi terjadi, enzim” yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Pendekatan umum untuk meningkatkan kecepatan biotransformasi/ biodegradasi adalah dengan cara:
1.      Seeding, mengoptimalkan populasi dan aktivitas mikroba indigenous (bioremediasi instrinsik) dan/atau penambahan mikroorganisme exogenous (bioaugmentasi)         
2.      Feeding, memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi (biostimulasi) dan aerasi (bioventing).



Faktor-faktor yang mempengaruhi Bioremediasi.
            Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim. Dengan demikian mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim pendegradasi hidrokarbon perlu dioptimalkan aktivitasnya dengan pengaturan kondisi dan penambahan suplemen yang sesuai. Dalam hal ini perlu diperhatikan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi proses bioremediasi, yang meliputi kondisi tanah, temperature, oksigen, dan nutrient yang tersedia.
a)    Lingkungan/Tanah
            Proses biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung kelancaran aliran nutrient, enzim-enzim mikrobial dan air. Terhentinya aliran tersebut akan mengakibatkan terbentuknya kondisi anaerob sehingga proses biodegradasi aerobik menjadi tidak efektif. Karakteristik tanah yang cocok untuk bioremediasi in situ adalah mengandung butiran pasir ataupun kerikil kasar sehingga dispersi oksigen dan nutrient dapat berlangsung dengan baik. Kelembaban tanah juga penting untuk menjamin kelancaran sirkulasi nutrien dan substrat di dalam tanah.
b)   Temperatur
            Temperatur yang optimal untuk degradasi hidrokaron adalah 30-40˚C. Ladislao, et. al. (2007) mengatakan bahwa temperatur yang digunakan pada suhu 38˚C bukan pilihan yang valid karena tidak sesuai dengan kondisi di Inggris untuk mengontrol mikroorganisme patogen. Pada temperatur yang rendah, viskositas minyak akan meningkat mengakibatkan volatilitas alkana rantai pendek yang bersifat toksik menurun dan kelarutannya di air akan meningkat sehingga proses biodegradasi akan terhambat. Suhu sangat berpengaruh terhadap lokasi tempat dilaksanakannya bioremediasi
c)    Oksigen
            Langkah awal katabolisme senyawa hidrokaron oleh bakteri maupun kapang adalah oksidasi substrat dengan katalis enzim oksidase, dengan demikian tersedianya oksigen merupakan syarat keberhasilan degradasi hidrokarbon minyak. Ketersediaan oksigen di tanah tergantung pada (a) kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme tanah, (b) tipe tanah dan (c) kehadiran substrat lain yang juga bereaksi dengan oksigen. Terbatasnya oksigen, merupakan salah satu faktor pembatas dalam biodegradasi hidrokarbon minyak
d)   pH.
Pada tanah umumnya merupakan lingkungan asam, alkali sangat jarang namun ada yang melaporkan pada pH 11. Penyesuaian pH dari 4,5 menjadi 7,4 dengan penambahan kapur meningkatkan penguraian minyak menjadi dua kali. Penyesuaian pH dapat merubah kelarutan, bioavailabilitas, bentuk senyawa kimia polutan, dan makro & mikro nutrien. Ketersediaan Ca, Mg, Na, K, NH4+, N dan P akan turun, sedangkan penurunan pH menurunkan ketersediaan NO3- dan Cl- . Cendawan yang lebih dikenal tahan terhadap asam akan lebih berperan dibandingkan bakteri asam.
e)    Kadar H2O dan karakter geologi.
Kadar air dan bentuk poros tanah berpengaruh pada bioremediasi. Nilai aktivitas air dibutuhkan utk pertumbuhan mikroba berkisar 0.9 - 1.0, umumnya kadar air 50-60%. Bioremediasi lebih berhasil pada tanah yang poros.
f)    Keberadaan zat nutrisi.
Baik pada in situ & ex situ. Bila tanah yang dipergunakan bekas pertanian mungkin tak perlu ditambah zat nutrisi. Untuk hidrokarbon ditambah nitrogen & fosfor, dapat pula dengan makro & mikro nutrisi yang lain. Mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber karbon, energy dan keseimbangan metabolisme sel. Dalam penanganan limbah minyak bumi biasanya dilakukan penambahan nutrisi antara lain sumber nitrogen dan fosfor sehingga proses degradasi oleh mikroorganisme berlangsung lebih cepat dan pertumbuhannya meningkat.
g)   Interaksi antar Polusi.
Fenomena lain yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam mengoptimalkan aktivitas mikroorganisme untuk bioremediasi adalah interaksi antara beberapa galur mikroorganisme di lingkungannya. Salah satu bentuknya adalah kometabolisme. Kometabolisme merupakan proses transformasi senyawa secara tidak langsung sehingga tidak ada energy yang dihasilkan.

Kelebihan
Kelebihan teknologi ini adalah:
      1. Relatif lebih ramah lingkungan,
      2. Biaya penanganan yang relatif lebih murah
      3. Bersifat fleksibel. 
1)   Proses pelaksanaan dapat dilakukan langsung di daerah tersebut dengan lahan yang sempit sekalipun.
2)   Mengubah pollutant bukan hanya memindahkannya.
3)   Proses degradasi dapat dilaksanakan dalam jangka waktu yang cepat.
4)   Bioremediasi sangat aman digunakan karena menggunakan mikroba yang secara alamiah sudah ada dilingkungan (tanah).
5)   Bioremediasi tidak menggunakan/menambahkan bahan kimia berbahaya.
6)   Teknik pengolahannya mudah diterapkan dan murah biaya.
Kekurangan bioremediasi sebagai berikut :
1)   Tidak semua bahan kimia dapat diolahsecara bioremediasi.
2)   Membutuhkan pemantauan yang ekstensif .
3)   Membutuhkan lokasi tertentu.
4)   Pengotornya bersifat toksik 
5)   Padat ilmiah
6)   Berpotensi menghasilkan produk yangtidak dikenal
7)   Dapat digabung dengan teknik pengolahan lain
8)   Persepsi sebagai teknologi yang belum teruji

Teknik Dasar
Ada 4 teknik dasar yang biasa digunakan dalam bioremediasi:
1.      Stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan nutrien, pengaturan kondisi redoks, optimasi pH, dsb
2.      Inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang memiliki kemampuan biotransformasi khusus
3.      Penerapan immobilized enzymes
4.      Penggunaan tanaman (phytoremediation) untuk menghilangkan atau mengubah pencemar.

Kunci sukses
Kunci sukses bioremediasi adalah:
1. Dilakukan karakterisasi lahan (site characterization) :
·       sifat dan struktur geologis lapisan tanah,
·       lokasi sumber pencemar
·       perkiraan banyaknya hidrokarbon yang terlepas dalam tanah.
·       sifat-sifat lingkungan tanah : derajat keasaman (pH), temperatur tanah,  kelembaban hingga kandungan kimia yang sudah ada, kandungan nutrisi, ketersediaan oksigen.
·       mengetahui keberadaan dan jenis mikroba yang ada dalam tanah. 

2. Treatability study.
-  Sesudah data terkumpul, kita bisa melakukan modeling untuk menduga pola distribusi dan tingkat pencemarannya. Salah satu teknik modeling yang kini banyak dipakai adalah bioplume modeling dari US-EPA. Di sini, diperhitungkan pula faktor perubahan karakteristik pencemar akibat reaksi biologis, fisika dan kimia yang dialami di dalam tanah.
-  Rekayasa genetika terkadang juga perlu jika mikroba alamiah tak memuaskan hasilnya.
-  Treatability study juga akan menyimpulkan apakah reaksi dapat berlangsung secara aerobik atau anaerobik.
            Teknologi genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen ”yang mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba” memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya.

II.II. PEMBAHASAN
a. BAHAN DAN METODE
            Contoh tanah sumber isolat bakteri hidrokarbonoklastik diambil dari rizozfer tumbuhan mangrove asal areal pasang surut Kabupaten Banyuasin pada bulan Januari 2010. Sampel tanah sumber isolat diambil dengan metode purposive samplingdari rizosfer tumbuhan mangrove yang tumbuh di daerah tercemar minyak bumi. Contoh tanah tercemar minyak bumi untuk pengujian kemampuan isolat bakteri hidrokarbonoklastik diambil di desa Talang Jimar, Prabumulih pada kedalaman 0-20 cm. Aplikasi isolat bakteri hidrokarbonoklastik terpilih pada tanah tercemar minyak bumi berkadar 7,2% TPH (total petroleum hydrocarbon) dilakukan dalam percobaan pot menggunakan rancangan acak lengkap.
            Sampel tanah asal rizosfer tanaman mangrove Sumatera Selatan ditimbang sebanyak 4,5 g dan disuspensikan dalam 45 mL medium Bushnell Haas Mineral Salt(BHMS) cair, lalu diinkubasi selama 5 hari pada suhu 30oC dengan laju pengocokan 100 rpm. Terhadap contoh tanah yang telah mengalami pengayaan ini dilakukan pengenceran sampai tingkat 10-6. Dari pengenceran 10-4, 10-5, 10-6 diambil sebanyak 1 mL, dicampur dengan medium Bushnell Haas Mineral Salt(BHMS) padat dengan metode pour plate, kemudian diinkubasi pada suhu 30oC selama 5 hari. Setiap koloni bakteri yang tumbuh dan mempunyai ciri yang berbeda, dipindahkan pada medium nutrien agar (NA) padat dalam cawan petri menggunakan jarum ose dengan cara goresan (streak plate) dan diinkubasi kembali pada suhu 30oC selama 5 hari. Selanjutnya koloni yang sudah murni diinokulasikan ke dalam medium Zobell miring untuk penyimpanan.
            Isolat bakteri yang diperoleh diseleksi berdasarkan kemampuan mendegradasi residu minyak bumi dalam dua tahap, yaitu: Seleksi tahap I: Isolat-isolat bakteri yang telah murni diinokulasikan pada medium Zobell padat dalam cawan Petri, kemudian kertas saring yang telah diolesi residu minyak bumi diletakkan di atas permukaan medium, kultur diinkubasi pada suhu 30oC selama5 hari. Tumbuhnya koloni isolat bakteri pada permukaan medium Zobell yang diolesi residu minyak bumi menunjukkan isolat tersebut mampu bertahan hidup dan tumbuh pada lingkungan yang mengandung residu minyak bumi. Seleksi tahap II: Isolat bakteri yang mampu tumbuh pada seleksi tahap I diinokulasikan pada medium Soeminarti cair dalam tabung reaksi dan ditambahkan residu minyak bumi sebanyak 0,3 mL, lalu diinkubasi pada shaker incubator (100 rpm) pada suhu 30oC selama 5 hari. Terbentuknya lapisan berwarna putih diantara fase media (cair) dan fase residu menunjukkan isolat tersebut tumbuh dan mempunyai kemampuan menggunakan residu minyak bumi sebagai sumber karbon dan energi. Selanjutnya, isolat bakteri yang sudah diketahui mampu mendegradasi residu disebut sebagai isolat terpilih dan dibuat kultur persediaan dengan medium NA.

            Kegiatan selanjutnya adalah pengujian kemampuan isolat bakteri hidrokarbonoklastik hasil isolasi pada tanah tercemar minyak bumi. Satu ose isolat bakteri hidrokarbonaklastik terpilih diinokulasi ke 10 mL medium NB, diinkubasi selama 48 jam pada suhu ruang.

            Contoh tanah tercemar minyak bumi untuk pengujian ini disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Pencemaran tanah dengan minyak bumi steril dilakukan dengan konsentrasi 10% w/w tanah, yaitu 30 g minyak bumi dicampur dengan 270 g tanah dan diaduk rata. Bakteri pada media NB diinokulasikan masing-masing 0,5% v/v tanah yang telah dicemari tersebut, lalu diinkubasikan selama 1 bulan.
            Peubah yang diamati dari percobaan ini adalah kadar TPH, persen biodegradasi senyawa minyak bumi, kadar CO2 yang dilepas yang diamati pada 7, 14, 21 dan 28 hari inkubasi. Data dianalisis dengan sidik ragam rancangan acak lengkap dan dilanjutkan dengan uji BNT0,05.

b. HASIL
            Diperoleh 30 isolat bakteri hidrokarbonoklastik asal rizosfer mangrove tercemar minyak bumi yang mampu hidup pada medium mengandung minyak bumi. Dari hasil seleksi dalam 2 tahap seperti yang dijelaskan dalam bahan dan metode,diperoleh sebanyak 9 isolat yang mampu mendegradasi minyak bumi (selanjutnya diberi kode I1 sampai I9), lalu yang dilanjutkan dengan pengujian kemampuan mendegradasi minyak bumi pada tanah tercemar minyak bumi.
            Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa inokulasi isolat bakteri hidrokarbon pada tanah tercemar minyak bumi berpengaruh nyata terhadap pelepasan CO2. Pengaruh aplikasi bakteri hidrokarbonoklastik pada tanah tercemar minyak bumi terhadap rata-rata pelepasan CO2mingguandisajikan dalam Tabel 1. Adapun total produksi CO2 yang dihasilkan pada 1, 2, 3, dan 4 minggu setelah inkubasi disajikan pada Gambar 1.Tabel 1 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pelepasan CO2 berkisar 6,5 sampai 7 kali akibat inokulasi berbagai bakteri hidrokarbonoklastik dibandingkan dengan kontrol. Selain itu, peningkatan produksi CO2 terlihat jelas pada minggu ke-2 dan ke-3, terutama akibat inokulasi isolat 8 dan 9. Pada minggu ke-4 inkubasi, evolusi CO2 mengalami penurunan yang disebabkan aktivitas bakteri dalam merombak minyak bumi mulai menurun.Peningkatan pelepasan CO2 mengindikasikan aktivitas bakteri hidrokarbonoklastik dalam merombak minyak bumi.
            Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa inokulasi bakteri hidrokarbon berpengaruh nyata terhadap kadar TPH (Total Petroleum Hidokarbon). Rata-rata TPH pada tanah tercemar minyak bumi pada 2 dan 4 MSI (Minggu setelah inkubasi) disajikan pada Tabel 2. Pada pengukuran TPH minggu kedua terlihat bahwa ke sembilan isolat menyebabkan penurunan TPH yang berbeda nyata terhadap kontrol. Kadar TPH paling rendah pada pengamatan minggu ke empat dijumpai pada tanah yang diaplikasi dengan isolat I5 dan I8. Pengaruh inokulasi isolat bakteri hidrokarbonoklatik pada tanah tercemar minyak bumi terhadap rata-rata persentase penurunan TPHmingguan jugadisajikan dalam Tabel 2. Terlihat pada Tabel 2 bahwa persentase penurunan TPH pada tanah tercemar yang diinokulasi isolat bakteri hidrokarbonoklastik jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (tanpa inokulasi).




c. HASIL PEMBAHASAN
            Produksi CO2 pada tanah tercemar minyak bumi akibat inokulasi berbagai isolat bakteri hidrokarbonoklastik lebih tinggi dan berbeda nyata dengan kontrol pada setiap minggu. Gas CO2 yang diukur merupakan hasil perombakan senyawa minyak bumi oleh bakteri hidrokarbonoklastik. Menurut Leahy dan Colwell (1990), hasil proses biodegradasi senyawa hidrokarbon kompleks umumnya berupa CO2 dan metana yang kurang berbahaya dibandingkan minyak pada konsentrasi yang sama serta senyawa sederhana lainnya. Proses pemecahan rantai hidrokarbon oleh bakteri dapat berlangsung karena adanya reaksi enzimatik. Menurut Fritsche dan Hofritchter (2009), kebanyakan bakteri memproduksi enzim oksigenase sehingga dapat mendegradasi hidrokarbon. Hal ini disebabkan kemampuan bakteri mengoksidasi hidrokarbon dan menjadikan hidrokarbon sebagai donor elektronnya untuk selanjutnya mendegradasi hidrokarbon menjadi H2O dan CO2.
            Peningkatan CO2 tertinggi terjadi pada minggu ketiga dan setelah minggu keempat pelepasan CO2 menurun kembali (Gambar 1). Menurut Noegroho (1999), penurunan produksi CO2 sejalan dengan lamanya waktu inkubasi, akibat menurunnya kadar minyak bumi sumber karbon.
            Laju penurunan TPH tinggi pada 2 minggu pertama setelah inkubasi dan selanjutnya menurun pada 4 minggu setelah inkubasi (Tabel 2). Menurut Walker dan Colwell (1974) dalam Nugroho (2006), keanekaragaman dan kelimpahan mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon yang terdapat di alam memiliki hubungan yang linear dengan peningkatan kadar polusi hidrokarbon. Isolat bakteri hidrokarbon dapat memanfaatkan minyak bumi sedemikian rupa sehingga kelimpahannya semakin meningkat. Dengan demikian, proses degradasi hidrokarbon berlangsung efektif yang dibuktikan dengan semakin tingginya persentase degradasi. Senyawa hidrokarbon yang tertumpah di alam mengalami degradasi secara alamiah karena faktor-faktor lingkungan, meskipun laju degradasinya berlangsung lambat. Pada penelitian ini, tanah tercemar minyak bumi yang tidak diinokulasi dengan bakteri hidrokarbonoklastik masih mengalami proses degradasi, namun laju degradasinya lebih lambat dibandingkan jika diinokulasi dengan bakteri hidrokarbonoklastik. Setelah 4 minggu masa inkubasi, persentase penurunan TPH pada kontrol rata-rata hanya 9,72% sedangkan penurunan TPH pada 4 minggu masa inkubasi berkisar antara 41-70%.
            Minyak bumi mengandung ratusan komponen senyawa karbon tergantung daerah asalnya, baik berupa rantai alifatik, aromatik, dan senyawa non hidrokarbon seperti naftenat, fenol, tiol dan senyawa sulfur (Lestari, 2003). Perubahan senyawa karbon rantai panjang tersebut menjadi senyawa rantai pendek dan pelepasan CO2 disebabkan aktivitas bakteri yang diinokulasikan.
            Sebelum inokulasi isolat bakteri hidrokarbon, kandungan TPH awal tanah tercemar minyak bumi adalah 7,2%. Setelah 2 dan 4 MSI, terjadi penurunan kadar TPH pada semua perlakuan, termasuk kontrol. Penurunan TPH disebabkan karena bakteri hidrokarbon memerlukan minyak bumi sumber karbon sebagai sumber energi untuk aktivitasnya. Pada 2 dan 4 MSI, semua isolat mampu menurunkan kadar TPH secara nyata dibanding kontrol. Dari Tabel 1 dan Tabel 2, isolat bakteri hidrokarbonoklastik terbaik dalam menurunkan TPH adalah I5 dan I8 mampu mendegradasi minyak bumi 6,5 kali (65%) untuk isolat I5 dan 7 kali (70%) untuk isolat I8 dibandingkan dengan kontrol.
            Terhadap isolat bakteri I5 dan I8 yang terbukti berkemampuan tinggi menurunkan kadar TPH dilakukan karakterisasi dan identifikasi. I5 teridentifikasi sebagai Pseudomonas alcaligenes dengan ciri morfologi sel berbentuk batang, gram negatif, tidak menghasilkan spora, dan tidak motil. Dari hasil uji biokimia, terjadi reaksi positif pada hidrolisis pati, memproduksi katalase, bereaksi positif pada uji TSI, simmon’s sitrat dan reduksi nitrat. I8 teridentifikasi sebagai Alcaligens faecalis dengan ciri morfologi mikroskopis sel berbentuk bulat, gram negatif, dan tidak menghasilkan spora serta bersifat motil. Hasil uji biokimia menunjukkan bakteri ini mampu menghidrolisis kasein, bereaksi positif terhadap uji metil merah dan uji Simmon’s sitrat. Kedua bakteri tergolong bakteri aerobik. Menurut Foght (2008), bakteri aerobik berpotensi lebih baik dibandingkan bakteri anaerobik dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon.
            Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Ramsay et al. (2000), Ibrahim et al. (2008) dan Widjajanti (2012) yang menemukan isolat bakteri yang mampu mendegradasi hidrokarbon minyak bumi dari kawasan mangrove yang berasal dari genus Pseudomonas, Alcaligenes, Klebsiella, Bacillus dan Enterobacter. Widjajanti et al. (2010) berhasil mengisolasi 16 spesies bakteri pendegradasi minyak bumi yang berpotensi sebagai agen bioremediasi, yaitu Alcaligens eutropus, Bacillus cereus, B. firmus, B.licheniformis, B. polymyxa, Enterobacter agglomerans, Flavobacterium thalpophilum, Pseudomonas alcaligenes, P. aureofaciens, P. epacia, P. diminuta, P. mendocina, P. pseudomallei, P. saccharophila dan P. syringae. Fritsche dan Hofritchter (2009) mengungkapkan bahwa bakteri yang dominan dalam biodegradasi hidrokarbon alifatik, hidrokarbon aromatik, hidrokarbon polisiklik aromatik, dan senyawa terklorinasi lainnya adalah dari genus Pseudomonas, Alcaligenes dan Bacillus.

BAB III
PENUTUP
III.I. KESIMPULAN
            Ditemukan 9 isolat bakteri hidrokarbonoklastik yang mampu tumbuh pada medium mengandung minyak bumi secara in vitro. Dua isolat terbaik dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon minyak bumi adalah Pseudomonas alcaligens (I5) dan Alcaligens facealis (I8). P. alcaligens dan A. faecalis mampu menurunkan TPH berturut-turut sebesar 63 dan 70%. Kemampuan kedua isolat dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon 6,5-7,0 kali lebih tinggi dibandingkan kontrol.
























DAFTAR PUSTAKA

Desai A, Vyas P. 2006. Applied Microbiology: Petroleum and hydrocarbon microbiology. Dept. of Microbiology, M.S. Univ. of Baroda, Vadodara.

Foght J. 2008. Anaerobic biodegradation of aromatic hydrocarbon: Pathways and prospects. J. Mol. Mocrobiol. Biotechnol. 15: 93-120.

Fritsche W, Hofritchter M. 2009. An aerobic degradation by microorganisms. Http://www.wiley-vch.de/books/biotech/pdf/v11b_aero.pdf. 02/05/2009.

Gofar N. 2011. Characterization of petroleum hydrocarbon decomposing fungi isolated from mangrove rhizosphere. J. of. Tropical Soils. 16(1): 39-45.

Koswara A. 2003. Kemampuan isolat bakteri dari tanah tercemar pelumas dalam Mendegradasi pelumas bekas. Tesis pada Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB, Bandung (tidak dipublikasikan).

Leahy JG, Colwell RR. 1990. Microbial Degradation of Hydrocarbons in the Environment. Microbiological Rev: 305-315.

Lestari Y. 2003. Bioremediasi lahan terkontaminasi senyawa hidrokarbon. Prosiding seminar Bioremediasi dan REhabilitasi Lahan Skitar Perminyakan dan Pertambangan. Forum Bioremediasi IPB, Bogor.

Ling GC. 2006. Biodegradation ability and community structure of bacteria in mangrove sediment contaminated byPolycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs). Doctor of Phylosophy Dissertation. City Univ. of Hongkong.

Mangkoedihardjo S. 2005. Seleksi Teknologi Pemulihan untuk Ekosistem Laut Tercemar Minyak. Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan ITS, Surabaya. p. 1-9.
Noegroho H. 1999. Pengaruh aerasi pada bioproses limbah kilang minyak. Lembaran Publiksi Lemigas, Jakarta.

Nugroho A. 2006. Biodegradasi sludge minyak bumi dalam skala mikrokosmos. Makara Teknologi. 10(2): 82-89.

Widjajanti H. 2012. Bioremediasi minyak bumi menggunakan bakteri dan kapang hidrokarbonoklastik dari kawasan mangrove tercemar minyak bumi. [Disertasi] Program Doktor Ilmu Pertanian PPs Universitas Sriwijaya (tidak dipublikasikan).


Zam SI. 2006. Bioremediasi Limbah Pengilangan Minyak Bumi PERTAMINA UP II Sungai Pakning dengan Menggunakan Bakteri Indigen. [Tesis]. Program Studi Bioteknologi Institut Teknologi Bandung, Bandung (tidak dipublikasikan).

(Diadopsi Dari Journal "Aplikasi Isolat Bakteri Rizosfer Magrove")

Tidak ada komentar:

Posting Komentar