BAB I
PENDAHULUAN
I.I.LATAR
BELAKANG
Ekosistem mangrove
merupakan daerah peralihan antara darat dan laut yang terdapat di sepanjang
pantai yang terlindung dan muara sungai. Selain mengalami penurunan luas, hutan
mangrove juga mengalami penurunan kualitas lingkungan akibat pencemaran, salah
satunya pencemaran minyak akibat eksplorasi minyak bumi. Untuk menanggulangi
masalah pencemaran minyak bumi di kawasan mangrove, teknologi yang direkomendasikan
adalah teknik bioremediasi yang memanfaatkan bakteri hidrokarbonoklastik
(Mangkoedihardjo, 2005). Bakteri tersebut mampu menggunakan PAH (policyclic
aromatic hydrocarbon) sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi selama
proses bioremediasi tanah tercemar minyak bumi dan mendegradasinya secara
lengkap hingga terbentuk senyawa akhir yang stabil dan tidak beracun (Zam,
2006) serta karbondioksida dan air (Ling, 2006).
Kelompok bakteri merupakan agens
bioremediasi yang banyak digunakan terutama karena bakteri memiliki kecepatan
reproduksi yang tinggi dan bakteri merupakan kelompok mirkoba yang mudah
beradaptasi dengan lingkungan, sehingga memungkinkan dapat menggunakan residu
minyak bumi sebagai sumber karbon dan energi (Koswara, 2003; Foght, 2008).
Menurut Desai dan Vyas (2006),
mikroba pendegradasi hidrokarbon secara alami terdapat dimana-mana dan relatif
lebih tinggi jumlahnya pada tanah tercemar minyak bumi dibandingkan pada tanah
tidak tercemar. Hasil penelitian Gofar et al. (2011) telah menemukan 3
isolat kapang hidrokarbonoklastik indigen asal hutan mangrove Sumatera Selatan
tercemar minyak bumi yang terbukti mampu mendegradasi minyak bumi secara in
vitro. Ketiga isolat tersebut diidentifikasi sebagai Aspergillus fumigatus,
A. Parasiticus, dan Chrysonilia sitophila. Selain kapang, eksplorasi
bakteri hidrokarbonoklastik asal rizozfer tanaman mangrove Sumatera Selatan
yang tercemar minyak bumi penting juga dilakukan untuk mengetahui potensi
bakteri indigen dalam merombak minyak bumi. Oleh karena itu, penelitian yang
bertujuan untuk mempelajari kemampuan bakteri hidrokarbonoklastik asal rizofer
mangrove dalam menurunkan kadar TPH pada tanah tercemar minyak bumi perlu
dilakukan. Dari isolasi dan pengujian kemampuan bakteri hidrokarbonoklastik
dalam merombak minyak bumi yang mencemari tanah diharapkan akan diperoleh
isolat-isolat bakteri yang berkemampuan tinggi merombak hidrokarbon minyak bumi
dan memperkaya keanekaragaman hayati yang bermanfaat untuk menanggulangi
pencemaran lingkungan.
I.II.TUJUAN
Penelitian bertujuan untuk mempelajari
kemampuan bakteri hidrokarbonoklastik asal rizisfer mangrove dalam menurunkan
kadar TPH pada tanah tercemar minyak bumi. Bakteri hidrokarbonoklastik
diisolasi dari rizosfer mangrove yang tumbuh pada tanah terkontaminasi minyak
bumi di daerah Sungsang Sumatera Selatan.
BAB II
ISI
II.I. DASAR TEORI
Bioremediasi
adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme
(jamur, bakteri) atau penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan
di lingkungan. Bioremediasi juga dapat dikatakan sebagai proses penguraian
limbah organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali dengan
tujuan mengontrol, mereduksi atau bahkan mereduksi bahan pencemar
dari lingkungan. Yang termasuk dalam polutan-polutan antara lain :
1. Logam-logam berat,
2. Petroleum hidrokarbon, dan
3. Senyawa-senyawa organik terhalogenasi
seperti pestisida, herbisida dll.
Tujuan
Bioremediasi adalah untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan
yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). Kelebihan
teknologi ini adalah:
1. Relatif lebih ramah lingkungan,
2. Biaya penanganan yang relatif lebih
murah
3. Bersifat fleksibel.
Saat
bioremediasi terjadi, enzim” yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi
polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, disebut
biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi,
dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan
akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Pendekatan
umum untuk meningkatkan kecepatan biotransformasi/ biodegradasi adalah dengan
cara:
1. Seeding,
mengoptimalkan populasi dan aktivitas mikroba indigenous (bioremediasi
instrinsik) dan/atau penambahan mikroorganisme exogenous
(bioaugmentasi)
2. Feeding,
memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi (biostimulasi) dan aerasi
(bioventing).
Faktor-faktor yang mempengaruhi Bioremediasi.
Keberhasilan proses biodegradasi
banyak ditentukan oleh aktivitas enzim. Dengan demikian mikroorganisme yang
berpotensi menghasilkan enzim pendegradasi hidrokarbon perlu dioptimalkan
aktivitasnya dengan pengaturan kondisi dan penambahan suplemen yang sesuai.
Dalam hal ini perlu diperhatikan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi
proses bioremediasi, yang meliputi kondisi tanah, temperature, oksigen, dan
nutrient yang tersedia.
a) Lingkungan/Tanah
Proses
biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung kelancaran aliran
nutrient, enzim-enzim mikrobial dan air. Terhentinya aliran tersebut akan
mengakibatkan terbentuknya kondisi anaerob sehingga proses biodegradasi aerobik
menjadi tidak efektif. Karakteristik tanah yang cocok untuk bioremediasi in
situ adalah mengandung butiran pasir ataupun kerikil kasar sehingga dispersi
oksigen dan nutrient dapat berlangsung dengan baik. Kelembaban tanah juga
penting untuk menjamin kelancaran sirkulasi nutrien dan substrat di dalam
tanah.
b) Temperatur
Temperatur
yang optimal untuk degradasi hidrokaron adalah 30-40˚C. Ladislao, et. al.
(2007) mengatakan bahwa temperatur yang digunakan pada suhu 38˚C bukan pilihan
yang valid karena tidak sesuai dengan kondisi di Inggris untuk mengontrol
mikroorganisme patogen. Pada temperatur yang rendah, viskositas minyak akan
meningkat mengakibatkan volatilitas alkana rantai pendek yang bersifat toksik
menurun dan kelarutannya di air akan meningkat sehingga proses biodegradasi
akan terhambat. Suhu sangat berpengaruh terhadap lokasi tempat dilaksanakannya
bioremediasi
c) Oksigen
Langkah
awal katabolisme senyawa hidrokaron oleh bakteri maupun kapang adalah oksidasi
substrat dengan katalis enzim oksidase, dengan demikian tersedianya oksigen
merupakan syarat keberhasilan degradasi hidrokarbon minyak. Ketersediaan
oksigen di tanah tergantung pada (a) kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme
tanah, (b) tipe tanah dan (c) kehadiran substrat lain yang juga bereaksi dengan
oksigen. Terbatasnya oksigen, merupakan salah satu faktor pembatas dalam
biodegradasi hidrokarbon minyak
d) pH.
Pada tanah umumnya merupakan lingkungan
asam, alkali sangat jarang namun ada yang melaporkan pada pH 11. Penyesuaian pH
dari 4,5 menjadi 7,4 dengan penambahan kapur meningkatkan penguraian minyak
menjadi dua kali. Penyesuaian pH dapat merubah kelarutan, bioavailabilitas,
bentuk senyawa kimia polutan, dan makro & mikro nutrien. Ketersediaan Ca,
Mg, Na, K, NH4+, N dan P akan turun, sedangkan penurunan
pH menurunkan ketersediaan NO3- dan Cl- .
Cendawan yang lebih dikenal tahan terhadap asam akan lebih berperan
dibandingkan bakteri asam.
e) Kadar H2O
dan karakter geologi.
Kadar air dan bentuk poros tanah
berpengaruh pada bioremediasi. Nilai aktivitas air dibutuhkan utk pertumbuhan
mikroba berkisar 0.9 - 1.0, umumnya kadar air 50-60%. Bioremediasi lebih
berhasil pada tanah yang poros.
f) Keberadaan zat
nutrisi.
Baik pada in situ & ex situ. Bila
tanah yang dipergunakan bekas pertanian mungkin tak perlu ditambah zat nutrisi.
Untuk hidrokarbon ditambah nitrogen & fosfor, dapat pula dengan makro &
mikro nutrisi yang lain. Mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber
karbon, energy dan keseimbangan metabolisme sel. Dalam penanganan limbah minyak
bumi biasanya dilakukan penambahan nutrisi antara lain sumber nitrogen dan
fosfor sehingga proses degradasi oleh mikroorganisme berlangsung lebih cepat
dan pertumbuhannya meningkat.
g) Interaksi antar
Polusi.
Fenomena lain yang juga perlu
mendapatkan perhatian dalam mengoptimalkan aktivitas mikroorganisme untuk bioremediasi
adalah interaksi antara beberapa galur mikroorganisme di lingkungannya. Salah
satu bentuknya adalah kometabolisme. Kometabolisme merupakan proses
transformasi senyawa secara tidak langsung sehingga tidak ada energy yang
dihasilkan.
Kelebihan
Kelebihan teknologi ini adalah:
1.
Relatif lebih ramah lingkungan,
2.
Biaya penanganan yang relatif lebih murah
3.
Bersifat fleksibel.
1) Proses pelaksanaan dapat
dilakukan langsung di daerah tersebut dengan lahan yang sempit sekalipun.
2) Mengubah pollutant bukan
hanya memindahkannya.
3) Proses degradasi dapat
dilaksanakan dalam jangka waktu yang cepat.
4) Bioremediasi sangat aman
digunakan karena menggunakan mikroba yang secara alamiah sudah ada dilingkungan
(tanah).
5) Bioremediasi tidak
menggunakan/menambahkan bahan kimia berbahaya.
6) Teknik pengolahannya
mudah diterapkan dan murah biaya.
Kekurangan bioremediasi
sebagai berikut :
1) Tidak semua bahan kimia
dapat diolahsecara bioremediasi.
2) Membutuhkan pemantauan
yang ekstensif .
3) Membutuhkan lokasi
tertentu.
4) Pengotornya bersifat
toksik
5) Padat ilmiah
6) Berpotensi menghasilkan
produk yangtidak dikenal
7) Dapat digabung dengan
teknik pengolahan lain
8) Persepsi sebagai
teknologi yang belum teruji
Teknik Dasar
Ada 4 teknik dasar yang biasa digunakan
dalam bioremediasi:
1. Stimulasi
aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan nutrien,
pengaturan kondisi redoks, optimasi pH, dsb
2. Inokulasi
(penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang
memiliki kemampuan biotransformasi khusus
3. Penerapan
immobilized enzymes
4. Penggunaan
tanaman (phytoremediation) untuk menghilangkan atau mengubah pencemar.
Kunci sukses
Kunci sukses bioremediasi adalah:
1. Dilakukan karakterisasi lahan
(site characterization) :
· sifat
dan struktur geologis lapisan tanah,
· lokasi
sumber pencemar
· perkiraan
banyaknya hidrokarbon yang terlepas dalam tanah.
· sifat-sifat
lingkungan tanah : derajat keasaman (pH), temperatur tanah, kelembaban
hingga kandungan kimia yang sudah ada, kandungan nutrisi, ketersediaan oksigen.
· mengetahui
keberadaan dan jenis mikroba yang ada dalam tanah.
2. Treatability study.
- Sesudah data terkumpul,
kita bisa melakukan modeling untuk menduga pola distribusi dan tingkat
pencemarannya. Salah satu teknik modeling yang kini banyak dipakai adalah
bioplume modeling dari US-EPA. Di sini, diperhitungkan pula faktor perubahan
karakteristik pencemar akibat reaksi biologis, fisika dan kimia yang dialami di
dalam tanah.
- Rekayasa genetika terkadang
juga perlu jika mikroba alamiah tak memuaskan hasilnya.
- Treatability study juga
akan menyimpulkan apakah reaksi dapat berlangsung secara aerobik atau anaerobik.
Teknologi
genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen ”yang mengkode
enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang
bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba”
memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya.
II.II.
PEMBAHASAN
a. BAHAN DAN METODE
Contoh
tanah sumber isolat bakteri hidrokarbonoklastik diambil dari rizozfer tumbuhan
mangrove asal areal pasang surut Kabupaten Banyuasin pada bulan Januari 2010.
Sampel tanah sumber isolat diambil dengan metode purposive samplingdari
rizosfer tumbuhan mangrove yang tumbuh di daerah tercemar minyak bumi. Contoh
tanah tercemar minyak bumi untuk pengujian kemampuan isolat bakteri
hidrokarbonoklastik diambil di desa Talang Jimar, Prabumulih pada kedalaman
0-20 cm. Aplikasi isolat bakteri hidrokarbonoklastik terpilih pada tanah
tercemar minyak bumi berkadar 7,2% TPH (total petroleum hydrocarbon)
dilakukan dalam percobaan pot menggunakan rancangan acak lengkap.
Sampel
tanah asal rizosfer tanaman mangrove Sumatera Selatan ditimbang sebanyak 4,5 g
dan disuspensikan dalam 45 mL medium Bushnell Haas Mineral Salt(BHMS)
cair, lalu diinkubasi selama 5 hari pada suhu 30oC dengan laju pengocokan 100
rpm. Terhadap contoh tanah yang telah mengalami pengayaan ini dilakukan
pengenceran sampai tingkat 10-6. Dari pengenceran 10-4, 10-5, 10-6 diambil
sebanyak 1 mL, dicampur dengan medium Bushnell Haas Mineral Salt(BHMS)
padat dengan metode pour plate, kemudian diinkubasi pada suhu 30oC
selama 5 hari. Setiap koloni bakteri yang tumbuh dan mempunyai ciri yang
berbeda, dipindahkan pada medium nutrien agar (NA) padat dalam cawan petri
menggunakan jarum ose dengan cara goresan (streak plate) dan diinkubasi
kembali pada suhu 30oC selama 5 hari. Selanjutnya koloni yang sudah murni
diinokulasikan ke dalam medium Zobell miring untuk penyimpanan.
Isolat
bakteri yang diperoleh diseleksi berdasarkan kemampuan mendegradasi residu
minyak bumi dalam dua tahap, yaitu: Seleksi tahap I: Isolat-isolat bakteri yang
telah murni diinokulasikan pada medium Zobell padat dalam cawan Petri, kemudian
kertas saring yang telah diolesi residu minyak bumi diletakkan di atas
permukaan medium, kultur diinkubasi pada suhu 30oC selama5 hari. Tumbuhnya
koloni isolat bakteri pada permukaan medium Zobell yang diolesi residu minyak
bumi menunjukkan isolat tersebut mampu bertahan hidup dan tumbuh pada
lingkungan yang mengandung residu minyak bumi. Seleksi tahap II: Isolat bakteri
yang mampu tumbuh pada seleksi tahap I diinokulasikan pada medium Soeminarti
cair dalam tabung reaksi dan ditambahkan residu minyak bumi sebanyak 0,3 mL,
lalu diinkubasi pada shaker incubator (100 rpm) pada suhu 30oC selama 5
hari. Terbentuknya lapisan berwarna putih diantara fase media (cair) dan fase
residu menunjukkan isolat tersebut tumbuh dan mempunyai kemampuan menggunakan
residu minyak bumi sebagai sumber karbon dan energi. Selanjutnya, isolat
bakteri yang sudah diketahui mampu mendegradasi residu disebut sebagai isolat
terpilih dan dibuat kultur persediaan dengan medium NA.
Kegiatan
selanjutnya adalah pengujian kemampuan isolat bakteri hidrokarbonoklastik hasil
isolasi pada tanah tercemar minyak bumi. Satu ose isolat bakteri
hidrokarbonaklastik terpilih diinokulasi ke 10 mL medium NB, diinkubasi selama
48 jam pada suhu ruang.
Contoh
tanah tercemar minyak bumi untuk pengujian ini disterilisasi dengan autoklaf
pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Pencemaran tanah dengan minyak
bumi steril dilakukan dengan konsentrasi 10% w/w tanah, yaitu 30 g minyak bumi
dicampur dengan 270 g tanah dan diaduk rata. Bakteri pada media NB diinokulasikan
masing-masing 0,5% v/v tanah yang telah dicemari tersebut, lalu diinkubasikan
selama 1 bulan.
Peubah
yang diamati dari percobaan ini adalah kadar TPH, persen biodegradasi senyawa
minyak bumi, kadar CO2 yang dilepas yang diamati pada 7, 14, 21 dan 28 hari
inkubasi. Data dianalisis dengan sidik ragam rancangan acak lengkap dan
dilanjutkan dengan uji BNT0,05.
b. HASIL
Diperoleh
30 isolat bakteri hidrokarbonoklastik asal rizosfer mangrove tercemar minyak
bumi yang mampu hidup pada medium mengandung minyak bumi. Dari hasil seleksi
dalam 2 tahap seperti yang dijelaskan dalam bahan dan metode,diperoleh sebanyak
9 isolat yang mampu mendegradasi minyak bumi (selanjutnya diberi kode I1 sampai
I9), lalu yang dilanjutkan dengan pengujian kemampuan mendegradasi minyak bumi
pada tanah tercemar minyak bumi.
Hasil
analisis keragaman menunjukkan bahwa inokulasi isolat bakteri hidrokarbon pada
tanah tercemar minyak bumi berpengaruh nyata terhadap pelepasan CO2. Pengaruh
aplikasi bakteri hidrokarbonoklastik pada tanah tercemar minyak bumi terhadap
rata-rata pelepasan CO2mingguandisajikan dalam Tabel 1. Adapun total produksi
CO2 yang dihasilkan pada 1, 2, 3, dan 4 minggu setelah inkubasi disajikan pada
Gambar 1.Tabel 1 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pelepasan CO2 berkisar
6,5 sampai 7 kali akibat inokulasi berbagai bakteri hidrokarbonoklastik
dibandingkan dengan kontrol. Selain itu, peningkatan produksi CO2 terlihat
jelas pada minggu ke-2 dan ke-3, terutama akibat inokulasi isolat 8 dan 9. Pada
minggu ke-4 inkubasi, evolusi CO2 mengalami penurunan yang disebabkan aktivitas
bakteri dalam merombak minyak bumi mulai menurun.Peningkatan pelepasan CO2
mengindikasikan aktivitas bakteri hidrokarbonoklastik dalam merombak minyak
bumi.
Hasil
analisis keragaman menunjukkan bahwa inokulasi bakteri hidrokarbon berpengaruh
nyata terhadap kadar TPH (Total Petroleum Hidokarbon). Rata-rata TPH pada tanah
tercemar minyak bumi pada 2 dan 4 MSI (Minggu setelah inkubasi) disajikan pada
Tabel 2. Pada pengukuran TPH minggu kedua terlihat bahwa ke sembilan isolat
menyebabkan penurunan TPH yang berbeda nyata terhadap kontrol. Kadar TPH paling
rendah pada pengamatan minggu ke empat dijumpai pada tanah yang diaplikasi
dengan isolat I5 dan I8. Pengaruh inokulasi isolat bakteri hidrokarbonoklatik
pada tanah tercemar minyak bumi terhadap rata-rata persentase penurunan
TPHmingguan jugadisajikan dalam Tabel 2. Terlihat pada Tabel 2 bahwa persentase
penurunan TPH pada tanah tercemar yang diinokulasi isolat bakteri
hidrokarbonoklastik jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (tanpa
inokulasi).
c. HASIL PEMBAHASAN
Produksi
CO2 pada tanah tercemar minyak bumi akibat inokulasi berbagai isolat bakteri
hidrokarbonoklastik lebih tinggi dan berbeda nyata dengan kontrol pada setiap
minggu. Gas CO2 yang diukur merupakan hasil perombakan senyawa minyak bumi oleh
bakteri hidrokarbonoklastik. Menurut Leahy dan Colwell (1990), hasil proses
biodegradasi senyawa hidrokarbon kompleks umumnya berupa CO2 dan metana yang
kurang berbahaya dibandingkan minyak pada konsentrasi yang sama serta senyawa
sederhana lainnya. Proses pemecahan rantai hidrokarbon oleh bakteri dapat
berlangsung karena adanya reaksi enzimatik. Menurut Fritsche dan Hofritchter
(2009), kebanyakan bakteri memproduksi enzim oksigenase sehingga dapat
mendegradasi hidrokarbon. Hal ini disebabkan kemampuan bakteri mengoksidasi
hidrokarbon dan menjadikan hidrokarbon sebagai donor elektronnya untuk
selanjutnya mendegradasi hidrokarbon menjadi H2O dan CO2.
Peningkatan
CO2 tertinggi terjadi pada minggu ketiga dan setelah minggu keempat pelepasan
CO2 menurun kembali (Gambar 1). Menurut Noegroho (1999), penurunan produksi CO2
sejalan dengan lamanya waktu inkubasi, akibat menurunnya kadar minyak bumi
sumber karbon.
Laju
penurunan TPH tinggi pada 2 minggu pertama setelah inkubasi dan selanjutnya
menurun pada 4 minggu setelah inkubasi (Tabel 2). Menurut Walker dan Colwell
(1974) dalam Nugroho (2006), keanekaragaman dan kelimpahan
mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon yang terdapat di alam memiliki hubungan
yang linear dengan peningkatan kadar polusi hidrokarbon. Isolat bakteri hidrokarbon
dapat memanfaatkan minyak bumi sedemikian rupa sehingga kelimpahannya semakin
meningkat. Dengan demikian, proses degradasi hidrokarbon berlangsung efektif
yang dibuktikan dengan semakin tingginya persentase degradasi. Senyawa
hidrokarbon yang tertumpah di alam mengalami degradasi secara alamiah karena
faktor-faktor lingkungan, meskipun laju degradasinya berlangsung lambat. Pada
penelitian ini, tanah tercemar minyak bumi yang tidak diinokulasi dengan
bakteri hidrokarbonoklastik masih mengalami proses degradasi, namun laju
degradasinya lebih lambat dibandingkan jika diinokulasi dengan bakteri
hidrokarbonoklastik. Setelah 4 minggu masa inkubasi, persentase penurunan TPH
pada kontrol rata-rata hanya 9,72% sedangkan penurunan TPH pada 4 minggu masa inkubasi
berkisar antara 41-70%.
Minyak
bumi mengandung ratusan komponen senyawa karbon tergantung daerah asalnya, baik
berupa rantai alifatik, aromatik, dan senyawa non hidrokarbon seperti naftenat,
fenol, tiol dan senyawa sulfur (Lestari, 2003). Perubahan senyawa karbon rantai
panjang tersebut menjadi senyawa rantai pendek dan pelepasan CO2 disebabkan
aktivitas bakteri yang diinokulasikan.
Sebelum
inokulasi isolat bakteri hidrokarbon, kandungan TPH awal tanah tercemar minyak
bumi adalah 7,2%. Setelah 2 dan 4 MSI, terjadi penurunan kadar TPH pada semua
perlakuan, termasuk kontrol. Penurunan TPH disebabkan karena bakteri
hidrokarbon memerlukan minyak bumi sumber karbon sebagai sumber energi untuk
aktivitasnya. Pada 2 dan 4 MSI, semua isolat mampu menurunkan kadar TPH secara
nyata dibanding kontrol. Dari Tabel 1 dan Tabel 2, isolat bakteri
hidrokarbonoklastik terbaik dalam menurunkan TPH adalah I5 dan I8 mampu
mendegradasi minyak bumi 6,5 kali (65%) untuk isolat I5 dan 7 kali (70%) untuk
isolat I8 dibandingkan dengan kontrol.
Terhadap
isolat bakteri I5 dan I8 yang terbukti berkemampuan tinggi menurunkan kadar TPH
dilakukan karakterisasi dan identifikasi. I5 teridentifikasi sebagai Pseudomonas
alcaligenes dengan ciri morfologi sel berbentuk batang, gram negatif, tidak
menghasilkan spora, dan tidak motil. Dari hasil uji biokimia, terjadi reaksi
positif pada hidrolisis pati, memproduksi katalase, bereaksi positif pada uji
TSI, simmon’s sitrat dan reduksi nitrat. I8 teridentifikasi sebagai Alcaligens
faecalis dengan ciri morfologi mikroskopis sel berbentuk bulat, gram
negatif, dan tidak menghasilkan spora serta bersifat motil. Hasil uji biokimia
menunjukkan bakteri ini mampu menghidrolisis kasein, bereaksi positif terhadap
uji metil merah dan uji Simmon’s sitrat. Kedua bakteri tergolong bakteri
aerobik. Menurut Foght (2008), bakteri aerobik berpotensi lebih baik
dibandingkan bakteri anaerobik dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon.
Penelitian
ini juga sejalan dengan hasil penelitian Ramsay et al. (2000), Ibrahim et
al. (2008) dan Widjajanti (2012) yang menemukan isolat bakteri yang mampu
mendegradasi hidrokarbon minyak bumi dari kawasan mangrove yang berasal dari
genus Pseudomonas, Alcaligenes, Klebsiella, Bacillus dan Enterobacter.
Widjajanti et al. (2010) berhasil mengisolasi 16 spesies bakteri
pendegradasi minyak bumi yang berpotensi sebagai agen bioremediasi, yaitu Alcaligens
eutropus, Bacillus cereus, B. firmus, B.licheniformis, B. polymyxa,
Enterobacter agglomerans, Flavobacterium thalpophilum, Pseudomonas alcaligenes,
P. aureofaciens, P. epacia, P. diminuta, P. mendocina, P. pseudomallei, P.
saccharophila dan P. syringae. Fritsche dan Hofritchter (2009)
mengungkapkan bahwa bakteri yang dominan dalam biodegradasi hidrokarbon
alifatik, hidrokarbon aromatik, hidrokarbon polisiklik aromatik, dan senyawa
terklorinasi lainnya adalah dari genus Pseudomonas, Alcaligenes dan Bacillus.
BAB III
PENUTUP
III.I. KESIMPULAN
Ditemukan
9 isolat bakteri hidrokarbonoklastik yang mampu tumbuh pada medium mengandung
minyak bumi secara in vitro. Dua isolat terbaik dalam mendegradasi senyawa
hidrokarbon minyak bumi adalah Pseudomonas alcaligens (I5) dan Alcaligens
facealis (I8). P. alcaligens dan A. faecalis mampu menurunkan
TPH berturut-turut sebesar 63 dan 70%. Kemampuan kedua isolat dalam
mendegradasi senyawa hidrokarbon 6,5-7,0 kali lebih tinggi dibandingkan
kontrol.
DAFTAR PUSTAKA
Desai
A, Vyas P. 2006. Applied Microbiology: Petroleum and hydrocarbon microbiology.
Dept. of Microbiology, M.S. Univ. of Baroda, Vadodara.
Foght
J. 2008. Anaerobic biodegradation of aromatic hydrocarbon: Pathways and
prospects. J. Mol. Mocrobiol. Biotechnol. 15: 93-120.
Fritsche
W, Hofritchter M. 2009. An aerobic degradation by microorganisms. Http://www.wiley-vch.de/books/biotech/pdf/v11b_aero.pdf.
02/05/2009.
Gofar
N. 2011. Characterization of petroleum hydrocarbon decomposing fungi isolated
from mangrove rhizosphere. J. of. Tropical Soils. 16(1): 39-45.
Koswara A. 2003. Kemampuan isolat
bakteri dari tanah tercemar pelumas dalam Mendegradasi pelumas bekas. Tesis
pada Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB, Bandung (tidak
dipublikasikan).
Leahy JG, Colwell RR. 1990. Microbial
Degradation of Hydrocarbons in the Environment. Microbiological Rev:
305-315.
Lestari Y. 2003. Bioremediasi lahan
terkontaminasi senyawa hidrokarbon. Prosiding seminar Bioremediasi dan
REhabilitasi Lahan Skitar Perminyakan dan Pertambangan. Forum Bioremediasi
IPB, Bogor.
Ling GC. 2006. Biodegradation ability
and community structure of bacteria in mangrove sediment contaminated byPolycyclic
aromatic hydrocarbons (PAHs). Doctor of Phylosophy Dissertation. City Univ. of
Hongkong.
Mangkoedihardjo S. 2005. Seleksi
Teknologi Pemulihan untuk Ekosistem Laut Tercemar Minyak. Seminar Nasional
Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan ITS, Surabaya. p. 1-9.
Noegroho H. 1999. Pengaruh aerasi pada
bioproses limbah kilang minyak. Lembaran Publiksi Lemigas, Jakarta.
Nugroho A. 2006. Biodegradasi sludge minyak
bumi dalam skala mikrokosmos. Makara Teknologi. 10(2): 82-89.
Widjajanti H. 2012. Bioremediasi minyak
bumi menggunakan bakteri dan kapang hidrokarbonoklastik dari kawasan mangrove
tercemar minyak bumi. [Disertasi] Program Doktor Ilmu Pertanian PPs Universitas
Sriwijaya (tidak dipublikasikan).
Zam SI. 2006. Bioremediasi Limbah
Pengilangan Minyak Bumi PERTAMINA UP II Sungai Pakning dengan Menggunakan
Bakteri Indigen. [Tesis]. Program Studi Bioteknologi Institut Teknologi
Bandung, Bandung (tidak dipublikasikan).
(Diadopsi Dari Journal "Aplikasi Isolat Bakteri Rizosfer Magrove")
Tidak ada komentar:
Posting Komentar